Tenaga Kerja Indonesia: Kedaluwarsa di Usia 25, Siapa yang Menentukan Tanggal Expired-nya?

 


Di Indonesia, ada satu hukum tak tertulis yang lebih sakti daripada undang-undang ketenagakerjaan: aturan ajaib bahwa tenaga kerja di atas umur 25 dianggap “expired.” Tidak tertulis, tidak diresmikan, tapi menyebar lebih cepat dari berita promo gratis ongkir.

Perusahaan-perusahaan kita tampaknya percaya bahwa usia manusia memiliki masa simpan layaknya yogurt di rak minimarket. Bedanya, kalau yogurt kedaluwarsa bisa dibuang, kalau tenaga kerja “kedaluwarsa”… ya, bisa disuruh ikut pelatihan soft skill tentang growth mindset.

1. Fresh Graduate yang Harus Berpengalaman 5 Tahun

Persyaratan kerja di Indonesia masih menjadi genre fantasi paling sukses. Para HR tampaknya yakin bahwa fresh graduate umur 21 tahun mampu memiliki:

  • pengalaman kerja 5 tahun,

  • sertifikasi internasional,

  • portofolio kelas dewa,

  • dan kerendahan hati untuk menerima gaji UMR.

Jika Anda baru lulus umur 23? Waduh, sayang sekali. Anda sudah “tua,” karena “idealnya fresh graduate itu 21.” Kalau lulus 25? Selamat, Anda dianggap berpengalaman… dalam hal menjadi kegagalan sistem pendidikan.

2. Usia 25: Dianggap Tidak Fleksibel, Tidak Adaptif, Tidak Bisa Diajar

Entah dari survei mana, tapi HRD kita tampaknya percaya bahwa:

  • umur < 25 = cepat belajar

  • umur 25–30 = lambat

  • umur > 30 = tidak bisa diberi instruksi kecuali melalui bahasa isyarat

Padahal, satu-satunya yang benar adalah: kemampuan belajar tidak ada hubungannya dengan umur. Yang ada hubungannya hanya drama perusahaan yang ingin karyawan supercerdas, supermuda, superkuat, tapi dengan gaji yang superhemat.

3. Perusahaan Mau Pengalaman, Tapi Tak Mau Memberi Kesempatan

Dilema klasik:

“Kami hanya menerima yang sudah pernah bekerja.”

“Tapi bagaimana saya bekerja kalau tidak ada yang mau menerima saya pertama kali?”

“Itu bukan masalah kami. Itu masalah kamu.”

Begitulah siklus kebijakan rekrutmen yang lebih misterius daripada teori konspirasi. Perusahaan ingin orang berpengalaman tapi enggan menciptakan pengalaman itu sendiri. Lucu, tapi pedih.

4. Ketakutan Kolektif Terhadap Angka 25

Usia 25 di dunia kerja Indonesia bukan sekadar angka  ia adalah simbol.
Simbol apa? Simbol bahwa perusahaan sebenarnya takut… bayar lebih mahal.

Logikanya sederhana:

  • Tenaga kerja muda = belum banyak tuntutan → gaji bisa ditekan

  • Tenaga kerja 25 tahun ke atas = mulai paham hak-haknya → gaji harus naik
    Solusi perusahaan? Ya sudah, cari yang lebih muda.

Bukan soal kemampuan, bukan soal kapasitas, tapi soal efisiensi… versi spreadsheet.

5. Ironi: Di Negara Lain Baru Mulai, Di Sini Sudah ‘Kedaluwarsa’

Di luar negeri:

  • 25 dianggap usia emas untuk mulai karier serius.

  • Banyak orang baru masuk industri saat 27–30.

  • Perusahaan menghargai proses tumbuh.

  • Usia 27-36 adalah puncak kemampuan dalam fokus

Di Indonesia:

  • 25 dianggap usia emas… untuk mulai merasa insecure.

  • HRD bertanya: “Kenapa baru apply sekarang? Kesiangan ya?”

  • Belum 30, sudah overthinking: “Apakah saya sudah tidak layak kerja?”

  • Fokus itu kalau tidak nyambi kuliah, dan cuma kerja aja

Kesimpulan: Bukan Tenaga Kerjanya yang Expired, Tapi Ekspetasinya

Kalau usia 25 dianggap expired, itu bukan karena generasinya lemah atau tidak kompeten.
Yang “kedaluwarsa” justru:

  • standar rekrutmen kuno,

  • ekspektasi tidak realistis,

  • dan obsesi mencari tenaga kerja sempurna dengan harga promo.

Sementara itu, para pencari kerja hanya bisa tersenyum sinis, sambil berharap suatu hari nanti perusahaan akan sadar bahwa sumber daya manusia bukan mi instan yang harus “masih baru” agar bisa bekerja dengan baik.

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url