Disrupsi Sabar dan Modal untuk Menjadi Pribadi Sabar
Rasanya, banyak hal yang terjadi di luar keinginan hati. Rencana demi rencana yang telah disusun, tak bisa berjalan dengan semestinya. Membuat diri tersadar dan bertanya,
“Yang semestinya itu seharusnya seperti apa? Bukankah kita hanya manusia biasa? Tak punya satu persen pun kuasa atas apa yang terjadi di dunia ini, atas apa yang terjadi di dalam hidup kita?”
Dialah Allāh Yang Maha Berkuasa atas segalanya. Bahkan angin yang bertiup, daun yang jatuh, semua itu atas kuasaNya. Lalu, kita yang hanya manusia lemah dan tak berdaya ini, bisa apa?
Seringkali, disadari atau tidak, kita bersikap seperti mendahului takdir. Saat sesuatu berjalan tak sesuai rencana, kita kecewa, seolah lupa bahwa sejatinya hidup kita sudah diatur sedemikian apiknya oleh Sang Maha Sempurna.
Beberapa waktu yang lalu, aku membaca ringkasan tulisan tentang sabar dari seminar Ustadzah Yasmin Mogahed. Bahwa sabar itu tergantung pada situasi yang kita hadapi. Jika kita mampu berbuat sesuatu atas apa yang terjadi, maka sabar dilakukan dengan melakukan sesuatu yang kita bisa. Dicontohkan seperti sabarnya Ibunda Siti Hajar saat Nabi Ismail ‘alaihissalam kehausan di tengah gurun pasir. Beliau berlari dari Bukit Shafa ke Bukit Marwa hingga tujuh kali, tidak hanya berdiam diri saja. Dan atas kuasaNya, hentakan kaki Nabi Ismail ‘alaihissalam mencurahkan sumber air yang hingga saat ini masih tetap mengalir.
Bagaimana jika situasi itu membuat kita tak berdaya untuk melakukan apapun? Maka sabar kita dalam bentuk berpasrah diri pada Allah sepenuhnya, bersabar dengan kesabaran yang baik. Dicontohkan seperti sabarnya Nabi Ya’qub ‘alaihissalam saat kehilangan anak kesayangannya, Nabi Yusuf ‘alaihissalam.
Sungguh, sabar itu memang tiada batasnya. Atas segala sesuatu yang terjadi, kita dapat selalu bersabar untuk itu.
Sekarang bagaimana? Masih ingin mengeluh?
Yaudah kabar-kabar ya kalo ada keluhan, tetap sambat jangan semangat
