Makan Mie dan Menepi di Bantaran Kali
![]() |
| Mie Ayam Kali Bantaran |
Ada kalanya dalam hidup, keramaian hanya menjadi latar belakang samar, sekadar suara yang berlalu. Ketika hati terasa penuh, tapi jiwa terasa kosong, sea memilih untuk pergi ke bantaran Kali di Madiun. Tempat itu sederhana, tenang, dan jauh dari hiruk-pikuk yang membebani. Di sanalah sea merasa bisa "menepi," sejenak meninggalkan dunia, untuk bertemu dengan diri sendiri.
![]() |
| Bantaran Kali Madiun |
Di bantaran kali itu, air yang mengalir pelan selalu menyuguhkan keheningan yang mengisi hati. Sea yang datang sejak sore hanya takjub dan tak henti bersyukur, disini tidak ada pisang keju, atau masakan yang dibuat penuh kasih, apalagi dengan harga pricy, cukup makan mie dan duduk di tepi, memandang ke arah sungai yang tenang, seolah ia mengerti beban yang tak bisa tersampaikan. Rasanya, aliran Kali Bantaran ini adalah pendengar setia yang tak pernah menuntut cerita. Sea bisa menangis tanpa suara, menghembuskan segala kekalutan yang selama ini terpendam.
Di sini, tak ada yang tahu tentang kegelisahan, ketakutan, atau luka yang selalu sea bawa dalam hati. Hanya sea dan suara aliran sungai yang perlahan menyatu dengan pikiran. Setiap deru airnya seperti membisikkan ketenangan, mengajak untuk menerima dan berdamai dengan apa yang terjadi. Aliran Kali Bantaran seakan menjadi pengingat, bahwa meskipun hidup tak selalu mudah, setiap rasa sakit pasti akan berlalu.
![]() |
| Tanda bukan sembarang tanda |
Bantaran kali bukanlah tempat sampah dan juga ini bukan tempat mewah, namun justru dalam kesederhanaannya, sea merasa damai. Bunga liar yang tumbuh di pinggir sungai, pohon-pohon rindang yang menaungi, bahkan bau khas air sungai yang tercampur dengan tanah basah semua membawa ketenangan yang langka, sama meskipun dengan rasa yang tentu berbeda. Sea tersadar, hidup ini tak harus selalu tentang ambisi atau pencapaian. Kadang, kita hanya perlu berhenti sejenak, menepi, dan mengingat bahwa hidup tak melulu soal berlari.
![]() |
| Jembatan dan Kali |
Ketika malam mulai menjelang, suasana bantaran kali ini berubah lebih sendu, namun indah. Langit Madiun yang berwarna jingga perlahan berganti kelam, dan sea sadar, inilah saatnya kembali. Meskipun langkah kaki terasa berat meninggalkan tempat ini, ditambah penggalan lagunya Gilga Sahid berjudul ginio sayup terdengar menambah rasa sea untuk bertanya pada diri sendiri lagi kudu gimana ini, tapi ya gimana ya sea tahu bahwa dalam keheningan Kali ini, setidaknya bahkan sejenak sea telah menemukan kedamaian yang selama ini sea cari.
![]() |
| Makan Mie dan Menepi di Bantaran Kali |
Hari itu, sea pulang dengan hati yang lebih ringan, seolah air kali ini membawa pergi sebagian dari beban hati. Esok hari, sea mungkin akan kembali bertemu keramaian, ya ga ramai amat sih, wong sea hidup slow living di desa, tapi sesekali, di saat dunia terasa tak bersahabat, atau sea harus kembali dan pergi jauh lagi, sea akan kembali lagi ke sini, dengan segala kisah dari diri ini yang mungkin tanpa ditemani pisang keju, makan nasi, ataupun kopi, melainkan cukup makan mie dan menepi di bantaran kali.
.jpg)


.jpg)
.jpg)